“Saya pengennya jadi PNS pak, hasilnya pasti”.
“Ya bagus, terus apa masalahnya?. Tanya saya
“Tapi orang tua pengennya neruskan usaha keluarga”
Sesi konsultasi dengan mahasiswa selalu saja memunculkan informasi yang menarik untuk dicermati. Sepenggal percakapan di atas adalah percakapan yang terjadi sekitar tahun 2004-2005 (saya lupa persisnya), yang intinya dilema seorang mahasiswa antara memilih ingin jadi PNS atau wirausaha. Mahasiswa itu namanya sebut saja Hamid. Beberapa kali datang ke ruang saya untuk konsultasi materi kuliah.
Keluarga Hamid memiliki usaha pemotongan daging sapi. Setiap hari Hamid bersama bapaknya memotong sapi, lalu disetor ke pedagang-pedagang daging. Kegiatan itu dilakukan mulai jam 2 pagi. Mulai dari memotong hewan hingga memotong menjadi potongan-potongan daging. Habis subuh, potongan daging itu sudah mulai terkirim ke pedagang-pedagang.
“Setiap hari berapa sapi yang dipotong?” Tanya saya.
“Satu sapi pak”.
“Kalau gitu, buat apa kamu pengen jadi PNS, teruskan saja usaha orang tua”. Kata saya.
Ya…ya…ya. Bagi Hamid dan mungkin sebagian orang, menjadi PNS merupakan pilihan yang aman. Gajinya pasti, kerjaan tidak terlalu berat, dan yang lebih penting kelak dapat uang pensiun.
Lha kenapa saya menyarankan dia untuk meneruskan usaha orang tuanya? Saya mohon maaf kepada pembaca, bukan bermaksud menjelekkan Hamid. Data yang saya miliki dan pengamatan di kelas maupun di sesi konsultasi, menghasilkan kesimpulan bagi saya bahwa Hamid bukanlah kategori mahasiswa yang pintar. Indeks prestasi kumulatifnya pas-pasan. Penguasaan konsep suatu materi juga lemah. Tapi…saya meyakini bahwa kemampuan Hamid untuk wirausaha lebih menjanjikan bagi dirinya. Hamid punya pengalaman, dia melihat langsung dan membantu orang tuanya berwirausaha. Dia telah merasakan susah dan senangnya usaha pemotongan sapi. Susah karena harus bangun pagi jam 2. Senangnya? Mari kita hitung pendapatan dia, biar gampang menghitungnya katakanlah 1 ekor sapi bernilai Rp10 juta kali sebulan, maka omzet dia sebesar Rp300 juta. Tentu bukan jumlah yang kecil. Belum lagi, omzet akan meningkat berlipat pada saat bulan Qurban. Bukan hanya daging, tapi kulit sapi pun laku terjual. Jadi, masih pengen jadi PNS?
***
Sekitar tahun 2010, di suatu hari sepulang dari kantor, istri saya sembari agak teriak mengatakan
“Pak, ada salam dari Hamid”. Kata istriku
“Walaikum salam. Hamid siapa?
“Itu yang jualan daging di pasar Talok, katanya mahasiswa bapak, dulu sering konsultasi”.
“Lha ini tadi malahan beli daging ditambahin sama dia”. Kata istriku menambahkan.
Ahai…saya menduga Hamid yang ditemui istriku adalah Hamid yang pernah konsultasi dengan saya beberapa tahun lalu. Syukurlah, sepertinya Hamid meneruskan usaha orang tuanya. Hamid yang berwirausaha, saya yang beruntung (ada tambahan daging….hehe)